Rabu, 17 Desember 2008

Aplikasi Metoda Geolistrik dalam menganalisis

Disusun Oleh

Dimas Sanjaya
D3 Teknik Elektro, Universitas Negeri Jakarta



ABSTRACT

The study in analyzing the distributed waste of palm in water, influences of waste and water volume alteration upon resistivity has been studied with Schlumberger electrode system method. Parameters observed were flows and current of electricity and the result is a value of resistivity. Surfer program was used to analyze the influence of waste volume. Electrode spaces persisted at 3 cm in water volume 1000 L, while the waste valume were varied at
10 L, 20 L, 30 L, and 40 L. Then the waste volume persisted at 60 L while the water volume were varied at 1010 L,
1020 L, 1030 L and 1040 L. The result shows that the resistivity of water decrease when the volume of waste increase. Data in every trial indicates the waste in the water is evenly distributed. Also the result shows that the waste tend to be concentrated in a little resistivity when the volume of water is bigger than the waste volume.

Keywords: distributed waste of palm, geoelectricity

A. PENDAHULUAN

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah baik limbah industri maupun limbah rumah tangga, merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia. Umumnya limbah yang dibuang akan berpengaruh pada suatu lingkungan (Mahida 1981). Limbah tersebut dapat dikategorikan limbah berbahaya maupun tidak berbahaya. Pembuangan limbah berbahaya akan menjadi persoalan besar bila air yang dikonsumsi oleh manusia, hewan, dan organisme tercemar limbah mengandung senyawa berbahaya.
Salah satu metoda yang banyak dipakai dalam eksplorasi geofisika adalah metoda geolistrik. Metoda ini melibatkan pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi secara alamiah maupun akibat injeksi arus. Salah satu metode geolistrik yaitu geolistrik tahanan jenis atau metoda resistivity (Soininen 1985).
Kemungkinan distribusi limbah dalam air dapat dilakukan dengan pengukuran resistivitas listrik. Menurut Torok & Kis (2001) interpretasi data dapat dilakukan menggunakan metode dc (direct current). Penelitian ini akan mengaplikasikan metoda geolistrik untuk menganalisis distribusi limbah kelapa sawit. Tujuan penelitian adalah menganalisis distribusi limbah cair dalam air, pengaruh perubahan volume air dan limbah terhadap resistivitas.
Limbah adalah bahan, atau sisa pada suatu kegiatan maupun proses produksi yang tidak lagi berguna atau bermanfaat bagi pelaku proses. Limbah juga dapat dibedakan menjadi limbah yang mudah maupun sulit diuraikan. Pada umumnya limbah yang sulit diuraikan termasuk limbah organik. Derajat keasaman limbah dinyatakan dengan pH, yang merupakan parameter kondisi limbah, dan derajat keasaman tersebut ditetapkan menggunakan pH meter (Anonim 2001).
Biasanya limbah tersebut dibuang ke suatu tempat dan akan mempengaruhi lingkungan tempat limbah tersebut di buang. Jenis limbah dari industri disebut limbah industri, sedang limbah dari kegiatan pertanian disebut dengan limbah pertanian, limbah dari pemukiman disebut limbah domestik dan yang berasal dari peternakan disebut dengan limbah peternakan. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisika yaitu meliputi suhu, kekeruhan, bau dan rasa, sedangkan berdasarkan sifat kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, dan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Wibisono 1995).

Limbah industri dapat digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang dapat mencemari lingkungan sekitar pabrik (Djajadiningrat & Harsono 1990). Ada beberapa sumber limbah cair yaitu kondensat dari rebusan limbah, dari stasiun klarifikasi limbah dan hydrocylone (claybath). Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit berkisar antara 600-1000 L/t TBS (Naibaho 1999). Karakteristik limbah cair dari pabrik PMKS, relatif hampir sama dengan perbandingan nilai-nilai parameter mutunya. Adapun parameter yang dijadikan indicator
sdalam penilaian mutu limbah adalah BOD, COD, total solid, total nitrogen, minyak dan lemak serta pH.
Banyak air tawar yang tercemar berat oleh sisa-sisa cairan pembuangan industri yang masuk kedalam sungai. Hal ini menyebabkan zat beracun yang terdapat pada cairan limbah tersebut terlarut dan terbawa masuk ke laut. Cairan buangan adalah sisa-sisa buangan dalam bentuk cair yang dihasilkan dari proses- proses industri. Pencemaran air oleh cairan ini berupa zat-zat beracun seperti asam, basa, garam-garam krom, fenol, sianida insektisida, bahan-bahan kimiawi untuk pertanian, klor, amoniak, hidrogen sulfida dan garam- garam logam berat seperti tembaga, timbal, seng. Beberapa bentuk bahan pencemar lain adalah mercuri (Hg) menyebabkan kelumpuhan syaraf, flour (F) menyebabkan floarosis, nitrat (NO3), salenium (Se), chromium (Cr), (Cd), (Ba) yang menyebabkan keracunan.Walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, timbal, seng dan tembaga dapat menghilangkan semua bentuk kehidupan hewan di sungai tersebut.
Zat-zat yang mengendap mengurangi masuknya cahaya yang akan menekan pertumbuhan ganggang dan mematikan akar-akar tanaman. Endapan lumpur akan menyebabkan arus berubah dan menghilangkan hewan-hewan yang ada di dasar perairan, sedang zat- zat yang mengendap dapat menyumbat insang dan menyebabkan ikan-ikan menjadi lemas. Pencemaran organik berat menyebabkan dioksigenetasi karena tidak adanya kegiatan penguraian oleh bakteri (Mahida 1981).
Dalam kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan- lapisan () yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Dengan demikian harga resistivitas yang terukur bukan merupakan harga untuk satu lapisan saja, hal ini terutama untuk spasi elektroda yang lebar, yang dirumuskan (Dobrin 1981).



Pada susunan elektroda Schlumberger seperti yang terlihat pada Gambar 1, elektroda arus mempunyai jarak yang lebih besar dibandingkan dengan jarak elektroda potensial. Dalam konvigurasi elektroda cara Schlumber M dan N digunakan sebagai elektroda potensial dan A, B digunakan sebagai elektroda arus (Bhattacharya & Patra 1991).

A. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini di laksanakan di laboraturium Elektronika jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Pekanbaru. Terlebih dahulu dibuat formasi yang terdiri dari sebuah bak berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 1 m (Gambar 2). Ke dalam bak tersebut dimasukkan air dan limbah cair dari industri kelapa sawit pada setiap perubahan volume air dan limbah. Di tepi bak tersebut diberi meteran.
Air dan limbah dibiarkan bercampur sehomogen mungkin selama 24 jam. Ada dua jenis perlakuan didalam penelitian ini yaitu 1) volume air tetap 1000 L, sedangkan volume limbah bervariasi yaitu 10 L, 20 L, 30 L dan 40 L, 2) volume limbah tetap 60 L, sedangkan volume air bervariasi yaitu 1010 L, 1020 L, 1030 L dan 1040 L. Tiga zat parameter terdapat dalam limbah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu oli, SS dan TSS.
Alat pengukur resistivitas memiliki ciri-ciri yaitu memanfaatkan fungsi sumber DC sebagai pembangkit sinyal listrik. Pembangkit sinyal listrik ini memanfaatkan rangkaian Op-amp yang dimodifikasi sehinga dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ini. Yang kedua, alat yang dirancang sebagai pengatur arus diatur pada sistem pengatur besar-kecilnya arus (pembagi arus), yaitu dengan menggunakan resistor variabel pada alat pembangkit sinyal listrik. Sedang ciri terakhir yaitu nilai arus dan tegangan yang diukur, dibaca dengan menggunakan alat multimeter digital, sehingga mempunyai ketelitian yang lebih baik. Skema rangkaian alat pengukuran resistivitas terlihat pada Gambar 3.


Aturan Schlumberger digunakan dalam dalam penelitian ini, yaitu mula-mula elektroda potensial (MN/ 2) ditentukan, misalnya (0,25 cm). Kemudian dilakukan injeksi arus betangan elektroda (AB/2) tertentu misalnya 1 cm. Dengan jarak elektroda potensial tetap, jarak elektroda arus (AB/2) diperpanjang berturut-turut (1,5 cm, 2 cm, 2,5 cm, 3 cm, 3,5 cm, 4 cm). Kemudian jarak elektroda potensial (MN/2) diperlebar menjadi misalnya (0,5 cm). Dilakukan injeksi arus dan beda potensialnya dicatat. Jika beda potensial terbaca terlalu kecil, maka arus dapat diperbesar. Selanjutnya elektroda arus diperlebar lagi. Demikian seterusnya hingga sampai bentangan maksimum dimana kuat arus masih mampu menimbulkan beda potensial yang dapat diukur.


B. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil eksperimen distribusi limbah kelapa sawit dengan menggunakan metoda Schlumberger menghasilkan nilai resistivitas untuk masing-masing volume limbah 10 L, 20 L, 30 L dan 40 L pada volume air tetap 1000 L. Selanjutnya pada volume limbah tetap 60 L dengan perubahan volume air masing-masing 1010 L, 1020 L, 1030 L dan 1040 L.
Pada volume limbah 10 L dengan volume air 1000 L yang dianalisis distribusi resistivitasnya pada line 1 ternyata muncul satu puncak (berbentuk cembung) terjadi pada bentangan X (m) antara 1-1,2 m. Adanya puncak ini dapat diinterpretasikan bahwa limbah terkonsentrasi pada bentangan X (m) antara 1-1,2 m, dengan parameter limbahnya adalah oil. Sedangkan analisa distribusi resistivitas pada line 2 diperoleh satu puncak pada bentangan X (m) antara 1,2-1,6 m. Hal ini menunjukkan bahwa limbah tidak menyebar secara merata dalam air. air tetap 1000 L. Selanjutnya pada volume limbah tetap 60 L dengan perubahan volume air masing-masing 1010 L, 1020 L, 1030 L dan 1040 L.
Pada volume limbah 10 L dengan volume air 1000 L yang dianalisis distribusi resistivitasnya pada line 1 ternyata muncul satu puncak (berbentuk cembung) terjadi pada bentangan X (m) antara 1-1,2 m. Adanya puncak ini dapat diinterpretasikan bahwa limbah terkonsentrasi pada bentangan X (m) antara 1-1,2 m, dengan parameter limbahnya adalah oil. Sedangkan analisa distribusi resistivitas pada line 2 diperoleh satu puncak pada bentangan X (m) antara 1,2-1,6 m. Hal ini menunjukkan bahwa limbah tidak menyebar secara merata dalam air.
Hasil analisa distribusi resistivitas dengan volume air 1000 L dan volume limbah 40 L pada line 1 diperoleh dua puncak pada bentangan X (m) antara 1-1,2 m, dan 1,4-1,6 m, yang diasumsikan mengandung parameter oil. Sedangkan pada line 2 diperoleh bentuk yang berbeda dengan satu puncak pada bentangan X (m) antara 0,6-1 m.
Perubahan distribusi resistivitas juga dianalisa terhadap perubahan volume air. Hasil analisa untuk volume air 1010 L dan 1020 L dengan volume limbah tetap 60 L menunjukkan pola distribusi resistivitas yang berbeda. Pada line 1 dengan volume air 1010 L diperoleh dua puncak pada bentangan X (m) antara 0,4-0,6 m, dan 0,8-1,2 m. Sedangkan pada volume air 1020 L diperoleh satu puncak pada bentangan X (m) antara 1,4-1,6 m, dan satu lembah pada bentangan X (m) antara 0,6-1 m. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memperbesar volume air terjadi perubahan pola distribusi resistivitas, dimana limbah cenderung tertekan lebih dalam dengan parameter limbah TSS. Dengan demikian diinterpretasikan limbah sangat kecil di permukaan air. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memperbesar volume air akan dapat memperbaiki kualitas air hanya dibagian permukaan, karena limbah cenderung mengendap di dasar air.
Demikian juga pengukuran pada volume air 1030 L, 1040 L dengan volume limbah tetap 60 L menunjukkan karakteristik distribusi limbah yang sama, yaitu distribusi limbah cenderung mengendap dengan parameter limbah yang dominan adalah TSS. Distribusi resistivitas limbah ditunjukkan oleh Gambar 4 sampai Gambar 7.
Gambar-gambar tersebut memperlihatkan perubahan pola distribusi resistivitas limbah kelapa sawit yang dipengaruhi oleh posisi atau line pengukuran, volume air dan volume limbah seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas.


Gambar 4. Pola distribusi resistivitas untuk volume air 1000 lt dan volume limbah 40 lt pada line 1.

Gambar 5. Pola distribusi resistivitas untuk volume air 1000 lt dan volume limbah 40 lt pada line 2
Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi pola distribusi resistivitas limbah kelapa sawit dalam air yaitu line pengukuran, volume air, volume limbah. Berdasarkan analisa pengamatan pada line pengukuran yang berbeda dapat diketahui apakah limbah terdistribusi merata atau tidak dalam air. Ternyata limbah tidak terdistribusi merata dalam air.
Dari analisa pengamatan perubahan volume air terhadap pola distribusi resistivitas limbah dapat diketahui bahwa dengan memperbesar volume air, maka limbah cenderung tertekan ke dasar air atau mengendap. Hasil pengamatan terhadap perubahan volume limbah telah dapat ditunjukkan bahwa pola distribusi resistivitas limbah akan cenderung berbentuk cembung atau menaik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa limbah akan cenderung berada di permukaan air.
Sehingga hal ini sangat berdampak sekali pada penurunan kualitas air dibagian permukaan.
C. KESIMPULAN

Pada volume limbah dan ar yang tetap ternyata distribusi resistivitas limbah dipengaruhi oleh line pengukuran, artinya limbah tidak terdistribusi merata dalam air. Penelitian juga menyimpulkan bahwa semakin besar volume air, maka nilai distribusi resistivitas limbah berkurang. Dengan memperbesar volume limbah, ternyata distribusi resistivitas cenderung berbentuk cembung, hal ini menunjukkan bahwa limbah terkonsentrasi pada daerah tertentu sehingga dengan memperbesar volume air maka akan dapat memperbaiki kualitas air di bagian permukaan, sebab limbah cenderung mengendap dengan kandungan parameter limbahnya adalah TSS.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Pedoman Brevet Dasar – I Pabrik. Jakarta: Astra Agro Lestari.
Bhattacharya, P.K & Patra, H.P. 1991. Method for Direct Current Geolistric Sounding, Geophysical Prosp. 20: 448-458.
Dobrin, M.B. 1981. Introduction to Geophysical Prospecting, New York: McGraw-Hill.
Djajadiningrat, S.T. & Harsono, H. 1990. Penilaian secara cepat sumber-sumber pencemaran air, tanah dan udara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mahida, U.N. 1981. Water polution and disposal of waste water on land. New Delhi: Tata McGraw-Hill.
Naibaho, P. 1999. Aplikasi biologi dalam pembangunan industri berwawasan lingkungan. J. Visi 7: 112-126.
Soininen, H. 1985. The behavior of the apparent resistivity phase spectrum in the case of two polarized media. J. Geophysiscs 50: 810-819.
Torok, I. & Kis, M. 2001. GSE and weighted GSE inversion in the interpretation of DC geoelectric data. J. Geosciences 59: 63-74.
Wibisono, G. 1995. Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah domestik. J. Science 27: 25-34.

Klik untuk download artikel

[+/-] Selengkapnya...

 

© 2007 JURNAL Kolaborasi | Design by Template Unik



Template unik dari rohman


---[[ Skip to top ]]---